Ditengah hiruk pikuk opini masyarakat terhadap lembaga pendidikan pesantren, terutama dengan adanya tragedi robohnya bangunan salah satu pondok pesantren di jawa Timur, Wakil Menteri Agama Republik Indonesia Dr. K.H. Romo R. Muhammad Syafi’i, S.H., M.Hum. membuat terobosan cerdas dan inovasi birokrasi tentang pembentukan Ditjen Pesantren. Hal ini menjadi harapan dan keinginan masyarakat pesantren, agar dapat lebih maksimal dalam mengembangkan tupoksinya sebagai lembaga pendidikan, Dakwah dan Pengabdian terhadap masyarakat.
Usulan Wamen Agama RI yang dikoordinasikan dengan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Komjen Pol. (Purn) Purwadi Arianto merupakan langkah strategis dan inovatif dalam membangun dan menjaga keutuhan dan pemberdayaan lembaga yang notabene menjadi salah satu pilar sejarah dalam mewujudkan kemerdekaan.
Pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di lingkungan Kementerian Agama sebuah keniscayaan yang harus segera diwujudkan sebagai bentuk tanggung jawab Negara dan penghormatan terhadap lembaga yang selalu eksis dalam mempertahankan dan menjaga keutuhan bangsa. Sejak awal, Pesantren menjadi garda terdepan dalam membela dan memperjuangkan harga diri bangsa. Pesantren sebagai promotor, eksekutor dan pelopor dalam mengusir penjajah.
Pesantren juga merupakan jantung dan ruh peradaban bangsa, tempat di mana ilmu dan akhlak bertemu, tempat lahirnya ulama, pemikir, dan pejuang yang membentangkan dan memancarkan cahaya Islam rahmatan lil ‘alamin di bumi Nusantara. Dalam denyut pesantrenlah, nilai-nilai keikhlasan, kesederhanaan, dan kemandirian tumbuh subur—menjadi fondasi kokoh bagi keutuhan moral dan spiritual bangsa Indonesia.
Namun, di tengah arus perubahan zaman dan kompleksitas tantangan global, pesantren memerlukan perhatian yang lebih terarah, sistemik, dan proporsional. Maka, gagasan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama Republik Indonesia adalah langkah strategis dan visioner. Ini bukan sekadar bentuk pengakuan, tetapi amanat sejarah untuk meneguhkan posisi pesantren sebagai pilar utama pendidikan nasional dan pusat pemberdayaan umat. Sesuai dengan amanat undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Dengan hadirnya Ditjen Pesantren, diharapkan lahir kebijakan yang lebih fokus dan responsif terhadap kebutuhan dunia pesantren: peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, penguatan ekonomi santri, digitalisasi lembaga, hingga pengembangan kurikulum yang selaras dengan semangat keislaman dan kebangsaan.
Kami meyakini, pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren akan menjadi momentum penting dalam memperkokoh sinergi antara negara dan pesantren — dua entitas yang sejak lama saling menopang demi kemaslahatan bangsa.
Karenanya, kami menyatakan dukungan penuh terhadap pembentukan Ditjen Pesantren di Kementerian Agama RI. Semoga langkah ikhtiyar ini menjadi jalan baru menuju kemajuan, kemandirian, dan kejayaan pesantren sebagai penjaga moralitas dan peradaban bangsa. Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan — ia adalah pelita peradaban, dan kini saatnya cahaya itu mendapat ruang yang layak di pangkuan negara.
Saat ini, tercatat lebih dari 42 ribu pesantren dengan jumlah santri lebih dari 11 juta orang tersebar di seluruh Indonesia. Ini jelas sebagai potensi besar yang membutuhkan wadah serta regulasi yang dijamin payung hukum, sehingga dalam pengelolaannya berjalan dengan sistematis, aman dan lancer.
Dengan lahirnya Ditjen Pesantren diharapkan menjadi energi baru yang dapat meningkatkan stamina dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Terbitnya Ditjen menjadi fajar yang mencerahkan, merubah wajah pesantren dan Indonesia tak murung lagi, senyumpun merekah dari jiwa peradaban yang lahir kembali di bumi pertiwi.