• Redaksi
  • Kirim Tulisan
Friday, May 9, 2025
  • Login
Hipotesa
  • Berita
    • Pendidikan
    • Pemerintahan
    • Politik
  • Liputan Khusus
  • Opini
  • Tokoh Inspirasi
  • Islamika
  • Ekonomi dan Bisnis
No Result
View All Result
Hipotesa
No Result
View All Result
Home Opini

Pemerkosaan Demokrasi

Redaksi by Redaksi
February 17, 2021
in Opini
0
104
SHARES
2.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh. Eko Supriatno

“Kalah dengan kecurangan, intimidasi, dan intervensi kekuasaan adalah menang secara moral”. Pelaksanaan Pilkada Pandeglang 9 Desember 2020 meninggalkan berbagai persoalan khususnya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Baca Juga

Pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Serang: Skala PRIORITAS (PRogresif, Integratif, Responsif, dan Sinergitas)

August 5, 2024

Tapera: Manifestasi Kegagalan Pemerintah dalam Menjamin Kesejahteraan Rakyat

June 22, 2024

Ini bukan lagi persoalan menang kalah, tapi prinsip berdemokrasi. Cabup Thoni-Imat berkali-kali menyampaikan siap menang dan siap kalah. Tapi prosesnya harus di atas Pilkada yang jujur adil dan demokratis.

Kemenangan yang diperoleh dengan menghalalkan segala cara tak akan menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan diakui. Kekalahan yang dibiarkan begitu saja berarti mengabaikan suara pendukung yang jumlahnya 223.220 suara (35,9 persen).

Thoni-Imat telah menunjukkan sikap tegas dengan menarik diri dari proses rekapitulasi suara yang cacat hukum dengan tidak menandatangani rekapitulasi hasil perolehan dalam pleno terbuka, Selasa (16/12/2020). Kemudian, Thoni-Imat juga mengisi form keberatan karena dinilai telah terjadi kecurangan secara sistematis di Pilkada Pandeglang.

Pilkada Pandeglang 9 Desember 2020 memang bersejarah. Ini kali pertama Pandeglang menentukan pilihan di antara dua pasangan Cabup-Cawabup yang berhadapan terbuka. Head to head antara Irna Narulita – Tanto Warsono Arban (Intan) dan Thoni Mukson – Miftahul Tamamy (Toat) telah membuat polarisasi kekuatan politik. Perbedaan pilihan telah membelah hampir semua lini, mulai dari pemerintahan, partai politik, ormas, media massa, sampai keluarga.

Permohonan Thoni Mukson – Miftahul Tamamy (Toat) tak lain untuk mencari keadilan. Keadilan terhadap suara masyarakat sesungguhnya yang Thoni-Imat yakini telah dibajak secara TSM oleh penyelenggara pemilu bekerja sama dengan pihak lain. Thoni-Imat tak ingin Bupati terpilih adalah hasil rekayasa kecurangan, akrobat Birokrasi, atau kongkalingkong Birokrasi. Bupati semacam itu pasti akan mengabdi pada kepentingan pribadi, keluarga, komplotannya dan mengorbankan kepentingan masyarakat.

Pilkada Pandeglang 9 Desember 2020 telah menjadi sarana pemerkosaan demokrasi. Karena pemerintahan yang lahir dari pemerkosaan suara masyarakat akan berdampak pada seluruh legitimasinya, dan tak akan punya legitimasi kuat memimpin masyarakat.
Thoni-Imat tidak mau berkuasa di atas ketidakbenaran. Thoni-Imat tidak mau menerima mandat di atas kecurangan.

Menggugat Hasil Pilkada

Menggugat Hasil Pilkada mengindikasikan bahwa kita perlu “membangun kesadaran” dengan ikhtiar melalui proseshukum untuk menyelesaikan ketidakpuasan melalui jalur yustisi.

Cabup Thoni-Imat berkali-kali menyampaikan, Thoni-Imat mendukung adanya Pilkada yang damai dan menginginkan tidak adanya kampanye negatif, tanpa adanya kecurangan, tanpa adanya kampanye hitam, tanpa adanya kekerasan, tanpa adanya intimidasi, tanpa adanya Penyalahgunaan kewenangan, tanpa adanya mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan manipulasi suara adalah jurus-jurus yang “biasa” petahana curang lakukan dalam rangka memperkosa kedaulatan rakyat demi hasrat kemenangan.

Bagi Thoni-Imat, Politik adalah sesuatu yang mulia, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan syarat, tujuan politik adalah pengabdian untuk melayani masyarakat. Output dari politik adalah Policy (kebijakan) dan leadership (kepemimpinan). Maka, peduli politik adalah peduli kepada kebijakan, kepemimpinan dan pengabdian.

Pilkada tidak boleh menjadi momentum di mana masyarakat hanya dijadikan komoditas politik, dimana hanya dibutuhkan untuk mendulang jumlah suara semata. Apalagi dengan cara yang melanggar hak hakikinya sebagai seorang pemegang kedaulatan.

Bagi Thoni-Imat, demokrasi bukanlah ramuan mujarab untuk mengobati segala penyakit. Layaknya mata uang yang memiliki dua sisi, demokrasi juga memiliki efek samping yang bisa jadi tidak menguntungkan bagi banyak pihak. Thoni-Imat sadar, dalam setiap perjalanan berdemokrasi tidak selalu berlangsung mulus, tetapi akan selalu ada resiko-resiko yang muncul. Berdemokrasi adalah suatupilihan, bukan suatu jaminan bahwa segalanya akan berjalan lebih baik.

Pilkada serentak sejatinya adalah proses demokrasi. Di mana masyarakat adalah pemegang hak tunggal kedaulatannya. Masyarakat lah pemiliki kebebasan hakiki dalam menentukan pilihannya, berdasarkan penilaian dari masing-masing individu. Pilkada adalah referendum kedaulatan masyarakat.

Menguji Kredibilitas MK
di masa lalu negara dan aparatnya menjadi pihak yang berada di posisi yang tinggi di mata hukum. Tak mudah menyeret institusi ini ke tanggung jawab secara hukum. Namun peristiwa ini memberi pelajaran baru bahwa lembaga milik negara jika bertindak secara hukum dituntut siap mempertanggungjawabkannya secara hukum.

Tanggung jawab memutus perkara itu kini berada di pundak Mahkamah Konstitusi (MK). Beban untuk mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya bagi masyarakat berada di genggaman lembaga hasil amandemen UUD 1945 ini. Beban ini menjadikan posisi MK menjadi sangat dilematis mengingat keputusan dari kasus ini akan menimbulkan implikasi yang sangat luas bagi kehidupan politik di negara ini. Sudah terdapat aturan terbaru yang mengatur Mahkamah Konstitusi (MK), MK tidak lagi sekadar memutuskan perkara ke sisi formal dan materiil gugatan tetapi lebih mengarah ke substansi.

Penulis belum meyakini Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan sikap progresif dan moderat terkait penanganan perselisihan hasil pilkada. Iya, penulis menyakini MK masih terjebak pada sekedar masalah angka perolehan suara.

MK kelihatannya belum berupaya mewujudkan keadilan substantif melalui Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 dan PMK Nomor 7 dan 8 Tahun 2020, dalam hal secara “merdeka” memberi kesempatan pada pemohon untuk menyampaikan dalil-dalilnya permohonannya.

Dalam permohonannya, Thoni Mukson – Miftahul Tamamy (Toat) tidak hanya ke MK, tapi sudah menempuh upaya hukum dengan melaporkan KPU dan Bawaslu Pandeglang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Thoni-Imat meyakini, Bawaslu Pandeglang melakukan pembiaran terhadap masifnya pelanggaran yang terjadi saat proses Pilkada. Selain itu, dia juga menduga ada intervensi dari yang dilakukan Paslon Irna-Tanto kepada Bawaslu.

Thoni-Imat dari awal menyayangkan, hasil keputusan Bawaslu yang membuktikan adanya politik uang tidak menjadi dasar bagi lembaga penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan Irna-Tanto. Thoni-Imat menduga Bawaslu Kabupaten Pandeglang telah melakukan tindakan unprofessional conduct.

Sebuah Pelajaran
Gugatan Pilkada Pandeglang Thoni-Imat memberi pelajaran bahwa pemilu dan lembaga penyelenggaranya dapat digugat secara hukum. Negara dituntut untuk terbuka dalam memutuskan kebijakan demi kehidupan bersama serta mampu mencegah terjadinya ketidakjelasan dalam proses demokrasi. Dituntut bisa mendengarkan aspirasi dari segenap masyarakat. Kewenangan negara dengan demikian semakin diawasi dan dibatasi. Pemilu adalah pekerjaan besar dalam kehidupan bernegara yang tidak bisa dibuat main-main.
Gugatan Pilkada Pandeglang Thoni-Imat merupakan bagian dari pendidikan politik yang sehat.

EKO SUPRIATNO
Penulis Buku “Nalar Kewarganegaraan”

Tags: MKPilkada
Previous Post

Mahasiswa Minta Kasus Dugaan Korupsi Diusut Tuntas

Next Post

Aktivis Berhimpun Dirikan Partai Politik Alternatif

Related Posts

Opini

Pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Serang: Skala PRIORITAS (PRogresif, Integratif, Responsif, dan Sinergitas)

August 5, 2024
Opini

Tapera: Manifestasi Kegagalan Pemerintah dalam Menjamin Kesejahteraan Rakyat

June 22, 2024
Berita

Praktek Intoleransi Menjamur, Alumni UIN Jakarta Ajak Kaum Muda Galakan Dialog dan Perjumpaan

May 9, 2024
Opini

Tradisi Melanggar Di Era Mudik Lebaran

April 7, 2024
Opini

Hak Kekayaan Intelektual dalam Dunia Digital

April 6, 2024
Opini

Mudik dan Hari Kemenangan

April 4, 2024
Next Post

Aktivis Berhimpun Dirikan Partai Politik Alternatif

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rame Banget!

  • Hidup Tanpa Cinta: Sebuah Kehancuran atau Keindahan

    21 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Ketua FPCB Sampaikan Harapan untuk Ketua Kadin Kota Cilegon yang Baru

    101 shares
    Share 40 Tweet 25
  • Musrenbang kecamatan Cinangka Prioritaskan Pembangunan Fisik Jalan Desa

    101 shares
    Share 40 Tweet 25
  • Thomas Malthus – Ekonom Inggris klasik, terkenal karena karyanya “An Essay on the Principle of Population”

    113 shares
    Share 45 Tweet 28
  • PT Huma Riverside Bangun 80 Unit Perumahan Elit di Kelurahan Taman Baru, Cilegon

    102 shares
    Share 41 Tweet 26
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
© 2022 Hipotesa - Diproduksi by hipotesa.

No Result
View All Result
  • Berita
    • Pendidikan
    • Pemerintahan
    • Politik
  • Liputan Khusus
  • Opini
  • Tokoh Inspirasi
  • Islamika
  • Ekonomi dan Bisnis

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In