Serang, hipotesa.id – Covid-19 di Indonesia masih melanda Indonesia. Di tengah situasi tersebut Pemerintah, BPJS Kesehatan, mitra kerja, peserta dan masyarakat terus berkomitmen menjaga keberlangsungan program JKN-KIS.
Pengelolaan catatan keuangan dan kinerja yang baik di tahun 2020, mengantarkan BPJS Kesehatan mendapat predikat Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari Kantor Akuntan Publik secara berturut-turut sejak program JKN-KIS diluncurkan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghuron Muktin mengatakan predikat yang saat ini diraih merupakan predikat ketujuh, sejak BPJS Kesehatan beroprasi (1/1/2014). Selain itu, menjadi predikat ke-29 yang diraih PT. Akses ( Persero).
Ali Ghufron juga mengatakan, pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan per tanggal 31 Desember 2020 telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.
“Predikat WTM ini sejarahnya panjang, mulai dari PT. Akses kemudian bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Laporan Keuangan kita selalu WTM. Sebagai badan publik, pengelolaan keuangan yang transparan, akuntabel dan rutin harus kita kedepankan,” kata Ghufron dalam keterangan tertulis yang diterima hipotesa.id
Kondisi keuangan program lainnya seperti Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan di tahun 2020 juga dilaporan membaik. Hal itu menurut Ghufron tercermin dari aser neto yang mengalami perbaikan yang signifikan menjadi minus Rp 5,69 triliyun. Jumlah tersebut jaub lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai minus Rp 50,99 triliyun.
“Membaiknya kondisi keuangan program JKN-KIS di tahun 2020 tidak terlepas dari dampai penyesuaian iuran sesuai dengan amanah Perpres 64 Tahun Tahun 2020. BPJS Kesehatan juga melakukan berbagai upaya dan terobosan kesehatan DJS, agar digunakan sesuai kebutuhan medis guna meingkatkan pelayanan dan kepuasan peserta,” terangnya.
Dengan membaiknya kondisi keuangan DJS, tidak adanya klaim gagal bayar. Tercatat, surplus pada kas mencapai Rp 18,74 triliyun.
“Meskipun kondisi DJS semakin membaik, tapi ingat bahwa ini belum bisa dikategorikan sehat. Kewajiban BPJS Kesehatan masiih besar. Saat ini, BPJS Kesehatan, Pemerintah, dan seluruh pemangku kepentinga terkait masih harus belerja keras untuk mencapai batas minimal aset neto adalah 1,5 bulan,” ujarnya.
Ali Ghufron merinci, sepanjang tahun 2020, BPJS Kesehatan berhasil memenuhi target-target Annual Management Contract (AMC) dengan total capaian 105,68% dari target capaian 100% yang harus diraih. Sementara, penilaian penerapan tata kelola yang baik tahun buku 2020 yang dilaksanakan oleh asesor independen menunjukkan BPJS Kesehatan termasuk dalam predikat “sangat baik” dengan skor 90,56.
Selain itu, Kinerja BPJS Kesehatan sepanjang 2020 juga dari aspek kepesertaan, per 31 Desember 2020 jumlah peserta mencapai 222,4 juta jiwa atau sekitar 82,33% dari total populasi Indonesia.
Dari sisi pelayanan, BPJS Kesehatan telah bekerjasama dengan 23.043 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama seperti Puskesmas, klinik pratama, dokter prakter perorangan, 2.507 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atau rumah sakit dan 4.701 Fasilitas Kesehatan Penunjang seperti apotek, dan laboratorium,
“Berdasarkan hasil survey yang diadakan oleh konsultan indepen, menunjukan hasil indeks tingkat kepuasan peserta tahun 2020 sebesar 81,5%, meningkat dari tahun 2019 sebesar 80,1%. Artinya 8 dari 10 peserta merasa puas terhadap layanan BPJS Kesehatan. Demikian pula indeks tingkat kepuasan fakses dibtahun 2020 meningkat menjadi 81,4% dari 79,1% pada 2019,” papar Ghufron.
Meski demikian, Ghufron berpendapat menurunnya utilitas JKN-KIS bersifat temporer, sehingga harus diwaspadai. Menurutnya, kendati pandemi berakhir, bisa dipastikan kunjungan peseserta ke faskes akan kembali normal.
Mereka yang menunda berobat ke faskes karena takut terpapar Covid-19, akan kembali beraktifitas normal setelah pandemi berakhir. Sehingga, jumlah kunjungan dan layanan akan meningkat. Hal itu menurut Ghufron akan membebani pembiayaan yang jauh lebih besar. Oleh kare itu, keuangan DJS harus tetap dikelola dengan baik.
“Jumlah pemanfaatan di tahun 2020 menurun merupakan imbas dari Covid-19. Ada 8 jenis penyakit yang paling banyak menyerap DJS sebesar Rp17,8 triliyun. Penyakit jantung masih menempati posisi urutan pertama berada di angka 11,5 juta kasus, menyerap anggaran sebesar Rp8,2 triliyun lebih. Disusul penyakit kanker mencapai 2,2 juta kasus dengan biaya Rp3,1 triliyun. Penyakit stroke sebanyak 1,7 juta kasus denga biaya Rp2,1 triliyun,” papar Ghufron.
Penyakit ginjal menempati posisi keempat berada di angka 1,6 juta kasus yang menghabiskan pembiayaan sebesar Rp1,9 triliyun. Disusul Thalasemia yang mencapai 234.888 kasus dengan pembiayaan Rp524,1 milyar.
Selain itu, Hemophilia mencapai 74.651 kasus dengan pembiayaan Rp443,2 milyar. Leukimia mencapai 127.731 kasus dan menghabiskan pembiayaan Rp355.1 milyar. Sedangkan penyakit Cirrhosis Hepatitis mencapai 156.764 kasus menyerap anggaran pembiayaan Rp243,5 milyar.
“Penyakit Katastropik seperti penyakit jantung itu bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat. Kami berharap faskes kian aktif mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk membudayakan pola hidul sehat, termasuk disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk meminimalisir resiko penularan Covid-19. BPJS Kesehatan juga telah mengembangkan berbagai program dan aktivitas promosi kesehatan yang bekerja sama dengan faskes, berbasis teknologi dijital,” pungkasnya.