Anak muda adalah sumber harapan serta perubahan pada masa awal reformasi, babak baru dari demokrasi di Indonesia adalah demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa pada tahun 1998.
Kala itu, semangat dan suara para pemuda menjadi kekuatan yang dapat mengguncang tatanan kekuasaan. Kini, dua dekade kemudian, semangat itu perlahan memudar dan meredup. Ini menunjukan adanya perubahan dari yang awalnya aktivisme kini menjadi apatisme, hal ini mulai terjadi dan merupakan transisi yang sering ditemui di sektor sosial politik.
Banyak survei yang menunjukan adanya penurunan angka terhadap minat anak muda terhadap isu-isu politik. Serta keterlibatan dalam proses demokrasi. Mereka semakin kehilangan minat utnuk mengikuti perkembangan kebijakan, tidak ingin memilih saat pemilu, hingga sudah tidak ingin terlibat dalam forum maupun kegiatan organisasi yang berkaitan dengan ranah politik. Apabila hal ini terus terjadi secara berkelanjutan, maka budaya politik partisipatif yang seharusnya menjadi akar dan pondasi dari demokrasi akan benar-benar melemah dan kehilangan masa depannya.
Salah satu ciri dari masyarakat demokratis yang sehat adalah budaya politik partisipan. masyarakat tidak hanya tau siapa yang berkuasa, namun juga merasa memiliki hak serta tanggung jawab untuk itkut dalam seluruh prosess politik. Masyarakat seharusnya terlibat aktif dalam menyampaikan pendapat dan aspirasi untuk mengawasi kekuasaan dan berbagai kebijakan yang dibuat.
Namun hal ini tidak sejalan dengan realita yang dihadapi generasi muda saat ini. Banyak dari mereka merasa kecewa, jenuh, dan bahkan muak terhadap kondisi politik yang stagnan, penuh intrik, dan jauh dari kepentingan rakyat. Politik tidak lagi dipandang sebagai alat perubahan, melainkan panggung kekuasaan yang hanya dikuasai oleh para elit saja.
Perubahan sikap anak muda terhadap politik sebenarnya bukan hal yang tiba-tiba terjadi. Ada banyak faktor yang secara perlahan membentuk pergeseran dari semangat aktivisme menuju sikap apatis. Salah satu penyebab utamanya adalah krisis kepercayaan terhadap institusi politik. Banyak anak muda merasa bahwa janji-janji politik tidak sejalan dengan kenyataan.
Setelah terpilih, para wakil rakyat sering kali lupa dengan komitmen yang pernah mereka sampaikan. Kebijakan publik pun kerap dianggap tidak menyentuh kebutuhan nyata masyarakat, apalagi generasi muda. Hal ini menimbulkan rasa jauh dan skeptis terhadap sistem politik itu sendiri. Faktor lainnya adalah dominasi politik uang dan pragmatisme elit. Ketika politik lebih ditentukan oleh kekuatan modal dibandingkan ide dan gagasan, anak muda jadi kehilangan motivasi untuk terlibat.
Mereka melihat politik bukan lagi sebagai ruang memperjuangkan nilai, tapi sebagai arena penuh kepentingan dan transaksi. Selain itu, kurangnya pendidikan politik juga berperan besar. Sekolah dan kampus belum banyak menghadirkan ruang yang mendorong kesadaran kritis soal politik. Sementara itu, ruang publik digital justru lebih sering diwarnai oleh polarisasi dan konflik, bukan dialog yang sehat.
Akhirnya, banyak anak muda tumbuh tanpa bekal yang cukup, lalu memilih diam karena merasa bingung atau tidak percaya diri untuk terlibat. Apatisme ini bukan berarti mereka tidak peduli. Banyak dari mereka hanya belum melihat alasan yang cukup kuat untuk kembali percaya dan ikut ambil bagian. Mungkin saatnya politik memberi ruang yang lebih jujur, terbuka, dan relevan bagi generasi muda.
Lalu, bagaimana mengembalikan minat dan partisipasi anak muda saat ini dalam politik? Pertama, memperkuat pendidikan politik, tidak hanya secara formal di sekolah, tetapi juga melalui media, komunitas, serta platform digital. Anak muda perlu dikenalkan pada nilai-nilai demokrasi, hak-hak sipil, serta cara-cara partisipasi yang nyata dan relevan dengan kehidupan mereka.
Kedua, elit politik harus melakukan introspeksi. Anak muda tidak bisa diajak terlibat jika politik terus didominasi oleh kepentingan sempit, dinasti kekuasaan, dan korupsi. Perlu ada regenerasi politik yang membuka ruang bagi pemimpin muda, transparansi dalam proses kebijakan, dan keberanian untuk melibatkan publik secara langsung dalam pengambilan keputusan.