Ringkasan Eksekutif
Amanat konstitusi bahwa HMI berfungsi sebagai organisasi kader menunjukkan bahwa proses perkaderan di HMI dimulai sejak tahap pengenalan hingga menjadi anggota muda, dilanjutkan tahap pembentukan dan pengembangan saat menjadi anggota biasa serta tahap pengabdian yang merupakan pola perkaderan HMI. Pola tersebut menjadi konsep perkaderan yang lebih utuh sejak anggota muda dinyatakan lulus LK-I (basic training) sampai habis masa keanggotaannya.
Konsep perkaderan yang harus dijalankan ialah usaha-usaha organisasi yang perlu dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI sebagai penjabaran pasal 8 AD HMI. Dalam pelaksanaan perkaderan HMI, implementasi kebijakan perkaderan masih dihadapkan pada situasi problematika yang amat serius.
Polarisasi kepentingan yang terjadi dimana satu sisi menginginkan peningkatan mutu SDM agar proses perkaderan HMI berjalan secara optimal, namun di sisi lain ada pihak yang enggan mendukung secara maksimal terwujudnya usaha-usaha tersebut. Upaya pelaksanaan aktivitas perkaderan yang dibangun atas dasar komitmen dari penetapan hasil-hasil Kongres HMI serta pedoman perkaderan yang telah dimanifestasikan dalam bentuk kebijakan dan mekanisme perkaderan belum memperoleh respon serta dukungan optimal berdasarkan tindakan administratif dan manajerial di seluruh tingkatan struktur organisasi HMI baik BPL maupun bidang pembinaan anggota sehingga dibutuhkan peningkatan responsivitas sebagai rekomendasi meliputi aspek sinergitas, peningkatan kualitas personalia dan sarana-prasarana, serta hubungan eksternal yang konstruktif.
Pendahuluan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berfungsi sebagai organisasi kader sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar (AD) HMI yang penjabarannya dijelaskan dalam pedoman perkaderan. Pedoman tersebut menjabarkan bahwa HMI menitikberatkan aktivitas kaderisasi dalam setiap pergerakan organisasi berbentuk perkaderan formal meliputi training formal, non-formal beserta training lainnya dan perkaderan informal yang merupakan seluruh kegiatan organisasi seperti follow-up, up-grading, coaching, serta aktivitas pengembangan diri. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi tugas pokok Badan Pengelola Latihan (BPL) dan bidang Pembinaan Anggota (PA).
Konsep perkaderan HMI dilandaskan pada nilai-nilai teologis, ideologis, sosio-historis, dan konstitusional membentuk pola yang terintegrasi yang menyeimbangkan proses pengembangan dan pembinaan dengan prinsip persamaan, kasih sayang, keteladanan serta ketaatan dalam membentuk kepribadian kader berciri khas muslim intelegensia yang tersusun secara sistematik meliputi tahap pengenalan, pembentukan dan pengembangan, serta pengabdian. Dalam rangka menjalankan pola perkaderan, BPL berperan penting menjaga kualitas perkaderan dengan menyiapkan pengelola latihan yang konsisten menjalankan sistem perkaderan.
Pada pelaksanaannya, BPL sebagai badan pembantu HMI menjalankan amanat kaderisasi bersama bidang PA sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.
Keberlangsungan sistem perkaderan HMI dihadapkan pada problematika yang amat serius sebagai implikasi dari kepemimpinan di komisariat, cabang maupun pengurus besar yang berdampak pada proses perkaderan. Hal tersebut, menempatkan BPL yang berkeinginan untuk terus meningkatkan kualitas sumberdaya manusia tidak berjalan baik akibat dari ketidakselarasannya dengan keinginan PA sebagai bagian terpenting dalam perkaderan HMI dengan hadirnya sikap yang terlihat tidak mendukung pelaksanaan aktivitas kaderisasi dengan fokus yang tidak pada penekanan proses perkaderan. Permasalahan tersebut semakin melemahkan upaya BPL untuk menghasilkan pengelola latihan yang berkualitas dan dapat menjadi teladan yang baik.
Deskripsi Masalah
Kebijakan di tiap tingkatan kepemimpinan HMI menghadirkan asumsi bahwa titik tekan proses perkaderan berada pada pemateri yang berakibat melemahkan BPL sebagai badan pembantu HMI dalam pelaksanaan kaderisasi. Selain itu, upaya-upaya pelemahan juga ditunjukkan dalam bentuk mekanisme administratif perkaderan melalui tindakan yang hampir terjadi dan berlawanan dengan komitmen yang ditetapkan dalam hasil-hasil kongres HMI yang di dalamnya termaktub pedoman perkaderan. Permasalahan lainnya juga hadir pada pelaksanaan kaderisasi yang terkendala akibat dari ketidaksesuaian penerjemahan pedoman perkaderan dalam implementasi kebijakan strategis.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan tumpang tindih antara kebijakan pengelola latihan dengan penyelenggara yang berimbas pada hasil perkaderan yang juga berdampak pada orientasi hasil sebagai parameter keberhasilan proses perkaderan.
Permasalahan sistem perkaderan yang terjadi diantara BPL dan bidang PA kerap hadir dalam bentuk lambatnya responsivitas keduanya sehingga aktivitas perkaderan tidak berjalan akibat dari adanya kerenggangan dalam hal komunikasi. Kelemahan responsivitas dapat diidentifikasi berdasarkan temuan Government and Decentralization Survey (GDS) pada tahun 2002 melalui identifikasi pada tataran implementasi kebijakan dimana hambatan struktural bermula dari sentra kebijakan tertinggi. Berdasarkan hal tersebut, struktur kepemimpinan di HMI dan pengelola latihan harus bersinergi dalam upaya membangun perkaderan HMI yang ideal dengan pendekatan orientasi proses untuk mencapai tujuan perkaderan. Di era digitalisasi, pengelola latihan khususnya di tingkat pengurus besar agak kurang tepat dan lamban dalam menyikapi permasalahan perkaderan termasuk dalam bersikap untuk menangkap aspirasi kebutuhan cabang hingga komisariat sehingga menghasilkan tindakan yang bias dan berdampak pada pencapaian yang menjadi perhatian serius dari segi pembiayaan, penyediaan infrastruktur dan kesiapan instruktur HMI.
Perhatian Pengurus Besar
Persoalan perkaderan masih memiliki derajat perhatian yang tidak optimal dari Pengurus Besar (PB) HMI, terkhusus bidang PA. Pelimpahan persoalan perkaderan kepada BPL kerap kali menimbulkan kerancuan bidang PA PB-HMI seolah perkaderan tidak menjadi prioritas bagi PB-HMI. Hal ini berdampak kepada lambatnya respon terhadap persoalan perkaderan dimana kebijakan merupakan produk PB-HMI bukan BPL.
Hubungan Bidang Pembinaan Anggota dengan BPL
Menyambung dari poin sebelumnya, bidang PA bertugas -berdasarkan pedoman kepengurusan- untuk membina dan mengawasi kinerja BPL, bertanggungjawab atas pelaksanaan training formal, mengembangkan model pelatihan yang dapat memenuhi kebutuhan anggota melalui pilot project, serta mengupayakan tindak lanjut atas hasil yang telah diselenggarakan, kemudian merumuskan dan mengembangkan pola pembinaan anggota yang komprehensif sebagai manifestasi dari konsepsi perkaderan anggota. Maka sinergitas antara bidang PA dan BPL menjadi kunci untuk memaksimalkan aplikasi konsep perkaderan serta perumusan kebijakan yang selaras.
Dukungan Pembiayaan, Instruktur, dan Infrastruktur
Dukungan pembiayaan adalah hal yang sangat penting pada proses perkaderan, dimana pelaksanaan aktivitas kaderisasi memerlukan biaya yang cukup besar sehingga para alumni HMI berinisiasi mengumpulkan pendanaan dengan membentuk Yayasan Perkaderan Insan Cita (YPIC) sebagai solusi tepat sasaran.
Penggalangan dan pendistribusian dana perkaderan yang dipegang oleh YPIC berdampak baik dalam pelaksanaan peningkatan kualitas perkaderan khususnya menghadirkan instruktur HMI yang siap aktif dalam proses pengelolaan aktivitas perkaderan seperti di cabang-cabang yang belum memiliki BPL. Hal tersebut diperlukan untuk mendukung terlaksananya sistem perkaderan secara maksimal sehingga menghasilkan kader HMI yang berkualitas muslim intelegensia. Upaya tersebut dapat dicapai apabila penyediaan infrastruktur yang mencakup sarana dan prasarana perkaderan seperti halnya bangunan permanen di tingkat cabang yang dilengkapi dengan perpustakaan serta website resmi perkaderan HMI.
Rekomendasi
Beberapa langkah-langkah penting yang telah dijalankan BPL PB dipandang memiliki sisi positif sekaligus sisi negatif bagi peningkatan rasa kepedulian kepemimpinan organisasi di HMI terhadap pentingnya penguatan perkaderan HMI dalam rangka merespon tuntutan zaman sehingga disusunlah rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, Berdasarkan asumsi bahwa struktur kepengurusan PB-HMI khususnya bidang PA dan BPL PB berperan penting dalam pelaksanaan perkaderan yang sistematis, maka dipandang perlu untuk merumuskan kebijakan panduan utuh kaderisasi dengan memperhatikan kondisi tiap-tiap cabang HMI baik Nasional atau Internasional dalam kerangka koordinasi yang baik.
Kedua, Mendorong penguatan lembaga kemitraan pada ranah perkaderan antara bidang PA PB-HMI, BPL, dan YPIC sehingga perlu diberi ruang kontrol yang memadai terhadap penetapan kebijakan dan strategi perkaderan dengan pemberian akses dalam memengaruhi kebijakan mengenai kebutuhan anggaran, kesiapan instruktur, dan penyediaan infrastruktur yang dipandang penting dalam regulasi berbentuk mekanisme perkaderan sebagai sebuah peraturan.
Ketiga, Pembentukan dan penguatan BPL pada setiap cabang yang menyesuaikan amanat konstitusi dalam anggaran rumah tangga (ART) HMI pasal 31 tentang penurunan status dan pembubaran cabang apabila cabang penuh tidak memiliki BPL, Kohati dan 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi, maka cabang tersebut harus diturunkan statusnya menjadi cabang persiapan. Hal tersebut mengharuskan PB-HMI tegas dalam mendorong cabang-cabang yang belum memiliki BPL dan menindak tegas apabila cabang tidak memperdulikan aturan tersebut.
Keempat, Melalui mekanisme umpan balik, perlu dilakukan reorientasi kebijakan perkaderan yang memiliki nilai responsivitas yang memadai dengan memperhatikan aspek-aspek keadilan dan transparansi guna memperkuat perkaderan di HMI.
Daftar Pustaka
Hasil Lokakarya Pedoman perkaderan HMI tahun 2015 di Depok.
Hasil-Hasil Kongres HMI Ke XXX tahun 2018 di Ambon
Hasil Penelitian “Governance and Decentralization Survey (GDS) 2002