Cilegon, hipotesa.id – Malam itu minuman es susu coklat disajikan bersama senyum yang di perlihatkan sang ibu. Malam yang gersang bagi kami yang belum terbiasa. Maklum, cuaca kami tingal tidaklah sesangar ini, apalagi seharian kami belum mandi.
“Aneh sekali kalian ini, malam-malam begini malah minum es, Ibu saja sampe pakai jaket,” sambil menaruhkan es susu coklat, si ibu menyapa degan ramahnya.
Waktu itu kami baru selesai liputan. Sebagai pewarta yang baru, tentu kami kelehan harus meliput dari pagi sampai larut malam. Kebetulan seharian kami disibukan dengan pelantikan walikota.
“Cilegon panas sekali ya bu,” jawaban Bela dengan raut wajah kelelahan. Wajar saja, seharian dia mewawancarai warga Cilegon untuk ucapan pengharapan.
Ibu Apipah, seorang perempuan janda paruh baya yang menjual dagangannya di wilayah Alun-Alun Kota. Ia berusia 65 tahun, dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama sudah berkeluarga, anak kedua biasa menemani ia berjualan, dan si bungsu bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) karena penyandang Tunagrahita, kondisi di mana seorang anak memiliki kemampuan intelektual yang di bawah rata-rata.
Perjalanan hidup yang penuh rintangan ia hadapi. Di tingal sang suami pergi, membuat ia harus berpikir keras untuk menghidupi keluarga, akhirnya pada tahun 2019 ia pun mencoba keberuntungan dengan berjualan di pinggir jalan.
Bermodalkan gerobak tua, berbagai macam minuman kemasan yang digantung di keranjang depan, serta termos di bagian belakang, dan varian dagangan lain pun ia sediakan. Tidak ketinggalan, spanduk bekas pencalonan walikota ia sajikan untuk duduk si pelanggan.
Berprofesi sebagai penjual kopi pingir jalan, tak sedikitpun membuatnya putus asa. Setelah menjalankan ibadah sholat magrib, biasanya ibu Apipah memulai berjualan. Pekerjaan ini biasa ia lakukan sampai sang mentari datang menghampiri untuk mengucapkan selamat pagi. Rasa kantuk terkadang datang tak terbendung. Tapi, mengingat dua anaknya ia selalu mengabaikan rasa itu.
“Penghasilan memang tidak seberapa. Tetapi saya lakukan semua ini demi kedua anak saya dirumah. Dengan kesabaran dan tekad yang selalu saya andalkan, membuat saya merasa kaya tanpa harta. Saya bahagia ketika melihat anak tersenyum,” tidak sedikitpun kesedihan ia perlihatkan. Senyum yang tulus menyiratkan kebijaksanaan dalam hidupnya.
Belum lama, bangsa ini dihebohkan dengan kasus korupsi, melakukan praktik menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan sendiri. Tidak peduli itu perbuatan hina dan keji. Semangat dan kerja keras Ibu Apipah, bisa menjadi contoh untuk kita semua, dan sindiran untuk para koruptor di Negeri antah-berantah ini.
Dari ibu Apipah Kami belajar, bahwa apapun rintangan yang menerjang, semangat dan keyakinan harus tetap di pertahankan. Dengan terus berusaha, percayalah tidak akan ada yang sia-sia.
Reporter: Rosinta Bela
Penulis: Birin Sinichi