hipotesa.id – Banten merupakan daerah yang religius di mana Islam menjadi agama mayoritas masyarakat Banten. Dalam berbagai literatur sejarah, Islam menjadi landasan yang kuat dalam beragama dan dalam perilaku budaya masyarakat Banten. Citra tersebut tidak terlepas dari latar historis berdirinya Kesultanan Banten.
Bahkan dalam catatan Martin van Bruinessen, dalam memperkuat landasan beragama di Banten, Sultan Banten sampai mengundang para ulama Nusantara bahkan ulama Timur Tengah untuk datang dan mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
Religiusitas masyarakat Banten juga tercatat dalam catatan Snouck Hurgronje yang mengamati langsung kehidupan masyarakat Banten, baik yang ada di Banten maupun yang tinggal di Mekkah. Ia memandang bahwa masyarakat Banten sebagai “masyarakat yang lebih taat dibandingkan masyarakat jawa lainnya dalam melaksanakan kewajiban agama seperti puasa di bulan Ramadan serta dalam membayar zakat”.
Religiusitas masyarakat Banten juga dapat dilihat dari banyak tradisi lisan keagamaan yang tersebar di seluruh wilayah Banten. Salah satu dari banyak tradisi lisan yang dapat dilihat adalah tradisi salawatan. Tradisi tersebut masih bertahan dan hidup hingga saat ini di Banten. Ratusan jenis salawatan ada di Banten, mulai dari yang berbahasa Arab, bahasa Jawa Banten, Bebasan, bahasa Sunda, maupun bahasa Melayu.
Salawatan sendiri ialah salah satu tradisi (ritual) keagamaan dalam bentuk ekspresi estetik. Sedangkan, tradisi salawatan, puji-pujian, atau si’iran, yang dalam praktiknya menyatukan unsur sya’ir dan nada yang indah, hal ini merupakan corak kebudayaan masyarakat Banten yang tercipta dari penghayatan keagamaan yang dalam. Hingga saat ini, tradisi tersebut masih dapat kita jumpai di berbagai tempat di Banten.
Tradisi salawatan dari zaman dahulu sudah ditransmisikan dari generasi ke generasi melalui lisan dengan cara menghapal dan melagukan sya’ir-sya’ir. Selain itu, tradisi salawatan juga sarat dengan kandungan makna dan kesusastraan yang tinggi. Seni sastra tersebut merupakan hasil dialog yang harmonis antara agama dan budaya lokal.
Pada dasarnya salawatan, tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial dan budaya masyarakat penuturnya. Karena selain fenomena sosial, salawatan juga merupakan fenomena budaya. Manusia sudah mengenal syair sejak dahulu. Kebanyakan dalam sejarah peradaban manusia syair dapat dijadikan sebagai pusat ritual. Setiap peristiwa penting dalam kehidupan manusia seringkali diungkapkan lewat syair-syair. Sebagai fenomena sosial, salawatan merupakan suatu bentuk perilaku budaya yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan sarana dakwah.
Tradisi salawatan memiliki keindahan dari sisi makna sastrawi, juga keindahan dari sisi suara atau musik. Karena dalam praktiknya, salawatan dilantunkan dengan dendangan lagu-lagu yang harmonis untuk didengar. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi salawatan merupakan ritual keagamaan yang sekaligus sebagai ekspresi estetik yang Islami.
Dalam tradisi salawatan di Banten, kita dapat melihat bagaimana tingkat religiusitas masyarakat Banten. Serta bagaimana tradisi ini menjadi karakter dan watak yang menyatu dalam kehidupan sosial dan aktifitas keseharian masyarakat Banten. Di sisi lain, salawatan juga menjadi bukti kongkrit adanya kekayaan khazanah kebudayaan Islam dan tradisi lisan keagamaan masyarakat Banten.
Penulis: Jafra Aulia
Editor: Muhaimin