Cilegon, hipotesa.id – Dua mahasiswa yang merupakan anggota organisasi Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) mendatangi Gedung Diskominfo menghadiri acara perpisahan Walikota dan Wakil Walikota Edi Ariadi dan Ratu Ati Marliati yang telah habis masa jabatannya, Rabu (17/02/21).
Kedatangan dua mahasiswa tersebut bermaksud memberikan hadiah perpisahan pemerintah Kota Cilegon berupa empat ekor anak ayam berwarna-warni sebagai tanda protes.
Hariyanto, selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Cilegon (PP IMC) mengklaim, IMC secara keorganisasian turut serta mengawal masa kepemimpinan Edi Ariadi sejak menjabat Wakil Walikota sampai menjabat Walikota .
“Secara organisasi (IMC) kami turut mengawal masa kepemimpinan Edi Ariadi sejak menjabat sebagai Wakil Walikota hingga menjadi Walikota,” katanya.
Pihaknya juga menilai, kepemimpinan Edi Ariadi dan Ratu Ati Marliati dinilai tidak serius dalam mengurus masyarakat dan kota Cilegon selama menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota.
“Kami menilai bahwa kepemimpinan Edi – Ati ini tidak serius dalam mengurus masyarakat dan kota Cilegon. Tapi walau tidak ada prestasi, kami tetap mengapresiasi dengan memberikan anak ayam warna warni ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ilham Firdaus selaku Sekretaris Jenderal PP IMC menjelaskan makna dari empat anak ayam warna warni yang dibawanya tersebut. Ilham mengaku, pemimpin yang tidak serius mengurus daerahnya sendiri hanya pantas diberikan hadiah semacam itu.
“Hadiah empat anak ayam ini menurut saya pantas diberikan kepada pemerintah yang tidak serius menangani daerahnya sendiri. Daripada gak becus ngurus masyarakat dan kota Cilegon kan, lebih baik ngurus ayam saja, lebih keliatan hasilnya,” jelasnya.
Mahasiswa menuturkan, aksi protes tersebut dilakulan bukan tanpa alasan. Menurutnya, ada beberapa hal mengapa semasa Edi – Ati memimpin Kota Cilegon dinilainya gagal. Kegagalan tersebut kata Hariyanto, dapat dilihat dari meningkatnya angka pengangguran, penanganan banjir yang tidak berhasil serta masalah RPJMD yang tidak tuntas padahal telah di revisi.
“Sebetulnya banyak, tapi setidaknya menurut kami ada tiga alasan yaitu RPJMD yang tidak tuntas padahal sudah direvisi, pengangguran meningkat hingga kota Cilegon ini menempati urutan kedua paling banyak pengangguran, dan penanganan banjir yang tak kunjung berhasil. Satu lagi, anti kritik. Karena anti kritik lebih baik ngurus itik,” pungkasnya. (Sentot)