Cilegon, hipotesa.id – Terlahir dari keluarga tidak mampu, dengan keterbatasan fisik dan motorik, tidak menggoyahkan keyakinan perempuan asal Temuputih, Kelurahan Ciwaduk Kecamatan Cilegon, Kota Cilegon untuk terus membimbing kaum disabilitas.
Ia merasa harus berkontribusi agar penyandang disabilitas bisa maju secara pendidikan sehingga tidak lagi mendapat perlakuan diskriminasi, dan dipandang sebelah mata.
Perempuan itu adalah Handayani (24), seorang penyandang tunadaksa lulusan kampus Untirta tahun 2020. Ia mengabdikan hidupnya sebagai guru, sejak tahun 2019 di sekolah khusus Al-Kautsar kota Cilegon.
“Saya pingin kaum disabilitas itu juga memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Makanya saya ingin menjadi guru, karena Ilmu itu bukan buat sendiri dan harus dibagi. Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak pendidikan yang sama sesuai dengan kebutuhan agar bisa berkembang,” ungkapnya.
Menjalani hidup sebagai seorang difabel tidak lah semudah membalikan kedua tangan.Tidak sedikit orang yang memandang rendah kaum disabilitas sebagai sesuatu yang disembunyikan. Penyandang disabilitas seringkali mendapat perlakuan semena-mena, diskriminatif, dan tidak dianggap di masyarakat.
Perempuan lulusan Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) tersebut, terus berjuang agar seorang difabel mampu hidup mandiri sehingga bisa mendapatkan hak keadilan sosial.
Handayani saat ini menjadi seorang guru untuk siswa disabilitas SMP dan SMA dengan kekhususan tunagrahita atau keterbatasan down syndrome dan hambatan intelegensi.
“Intinya kita harus mandiri. Bisa maju dengan kemampuan yang kita miliki ini. Dulu saya sangat berharap dapat bantuan tongkat atau kursi roda, tapi itu saya dapatkan dari hadiah lomba SD. Terus dari teman kuliah, karena pengajuan bantuan tidak pernah direspon. Harapan saya sih semoga nanti pemerintah bisa lebih tanggap merespon pengajuan bantuan untuk kaum disabilitas karena siapa tau memang butuh yah,” tutur Handayani.
Rosaeni, kader Temuputih mengaku sempat mengajukan bantuan kursi roda untuk guru disabilitas namun tak kunjung mendapat respon dari pemerintah setempat.
“Iya jadi dulu pernah saya ajukan berkali-kali ke dinsos tapi tidak pernah ada respon. Sampai ahirnya dua kali dapat kursi roda itu ya dari hasil lomba dan bantuan dari teman kuliah nya saja, jadi yang terahir saya enggak ngajuin lagi,” ujar Rosaeni
Meski tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah, Handayani tak keberatan diundang menghadiri pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon beberapa waktu lalu.
“Kemarin sempat diundang khusus menyaksikan pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon. Semoga kedepan ada perhatian untuk kaum disabilitas,” harapnya.
Sementara itu mantan Kapolsek Cilegon Kompol Jajang Mulyaman, berharap penyandang disabilitas di Cilegon bisa terus percaya diri. Sehingga bisa banyak lagi anak disabilitas di Kota Cilegon yang berhasil dengan cita-citanya.
“Di setiap kunjungan saya dalam penyaluran bantuan rutin saya selalu sampaikan motivasi kepada Handayani dan anak disabilitas lainnya di Kota Cilegon. Bahkan saya selalu minta waktu untuk bisa mengajar langsung di Skh tempat Handayani bekerja,” katanya saat ditemui usai memberikan bantuan sembako dan kursi roda untuk Handayani. Sabtu (08/05/21)
Reporter: Birin Sinichi
Editor: Bd Chandra